Diskusi Kelompok Untuk Memahami GEDSI Dalam Praktek Destana
Kabupaten Malang Jawa Timur - Salah satu kegiatan
dalam bimtek Siap Siaga bertempat di gedung Balai Besar Pelatihan Pertanian,
Ketandan, Lawang, Kabupaten Malang Jawa Timur Rabu (22/6/2022) adalah peserta
diajak melakukan diskusi tentang permasalahan GEDSI (Kesetaraan Gender,
Disabilitas dan Inklusi Sosial). Dipandu oleh Risa, seorang fasilitator yang
mumpuni dibidang Gedsi, peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk membahas
masalah yang berbeda. Harapannya ke depan fasilitator destana mampu melibatkan
kelompok rentan dalam kegiatan PRB (Pengurangan Risiko Bencana) maupun PB (Penanggulangan
Bencana), agar mereka paham dan dapat melakukan sendiri.
Masalahnya. seringkali ada subjektivitas dari tokoh
masyarakat untuk beberapa warga yang dilibatkan dalam program destana. Biasanya
hanya mereka yang sudah dikenal saja. Sehingga, seringkali kelompok rentan ini
terlupakan dan tidak dilibatkan. Apalagi mereka juga merasa malu, dan tidak mau
dilibatkan dalam kegiatan yang ada di masyarakat, termasuk masalah keterlibatan
dalam program destana.
Biasanya untuk penyandang cacat tubuh (ketidak sempurnaan
kaki dan tangan) masih mau diajak berpartisipasi dalam kegiatan warga, termasuk
destana. Namun harus diajak dan diberi akses kemudahan mereka bergerak.
Sementara, untuk para penyandang disabilitas netra dan tuli, sangat sulit
diajak berkegiatan. Disamping itu, dia harus memiliki keterampilan
berkomunikasi dengan mereka, termasuk memberi kemudahan bagi mereka untuk
membantu mobilitasnya.
“Seringkali kelompok rentan ini bersikap tertutup sehingga
perlu mencari orang yang bisa masuk ke dalam kelompok itu dan bagaimana melibatkan
mereka sesuai dengan kemampuannya,” kata Risa fasilitator.
Masalahnya, seringkali masyarakat kurang bisa menerima keberadaan kelompok rentan karena ketidak tahuan dan kurangnya komunikasi diantaranya. Untuk itulah ke depan sejak perencanaan pembentukan destana, kelompok rentan perlu dilibatkan dengan memberikan peran yang sesuai dengan kemampuannya.
Penguatan regulasi juga perlu agar kehadiran kelompok rentan
ada payung hukumnya, sehingga keberadaannya memang harus dilibatkan. Untuk
itulah fasilitator harus bisa mengajak semua pihak terlibat dalam penyuksesan
program.
Sementara, Rurid Rudianto Ketua LPBI-NU Kabupaten Malang menyampaikan
bahwa, peran fasilitator tidak hanya mengurusi dokumen saja, namun juga harus
bisa mendorong masyarakat (yang didalamnya ada wakil dari kelompok rentan),
untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program destana. Dengan demikian
nantinya pengurus destana yang telah dibina oleh fasilitator dapat melanjutkan
program secara mandiri dengan memanfaatkan potensi SDM yang ada di daerahnya.
Peserta bimtek juga diajak untuk mencermati hasil penyusunan
peta jalan dan strategi percepatan membangun ketangguhan desa melalui destana,
merancang ragam skema dan prasarat yang adaptif dengan kearifan lokal,
merancang instrument pendukung, membentuk kelompok kerja ketangguhan,
mengadakan pertemuan strategis untuk meningkatkan kapasitas para pihak.
Sementara strategi ketangguhan itu bisa dilakukan melalui program percepatan dengan istilah destana kolaborasi, kampus melakukan KKN tematik, serta membangun kemandirian dengan memanfaatkan APB Desa untuk destana.
Dalam rangka membangun ketangguhan desa, juga berupaya
menggali budaya lokal yang terkait dengan sejarah bencana, seperti cerita
bencana masa lalu yang pernah melanda desa tersebut. Lewat seni budaya
masyarakat bisa belajar tentang bagaimana membangun kesadaran untuk ketangguhan
menghadapi bencana.
“Untuk itulah kedepan, kegiatan KKN tematik harus melibatkan
fasilitator destana untuk melihat kebermanfaatan program KKN dalam membangun
ketangguhan,” pungkasnya. [eB]
Post a Comment